Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan mengunjungi Kota Medan, Sumatra Utara. Inilah kali kedua saya menjejakkan kaki di Pulau Andalas setelah beberapa bulan sebelumnya, saya mengunjungi Lampung.

Pantas Medan sering disebut kota terbesar di Sumatra. Dari lantai 12 di hotel tempat saya menginap, terlihat kota itu membentang begitu luas. Aktivitas perekonomian tercium begitu jelas di hampir setiap jengkal di kota itu.

Ada hal menarik dari kota ini yang menurut saya tidak akan pernah terlupakan. Pemerintah Medan masih teguh mempertahankan banyak bangunan tua bergaya arsitektur indis yang marak pada masa kolonial.

Bangunan bergaya indis sejaatinya merupakan perpaduan bangunan dengan gaya eropa dan asia. Ketebalan dinding, ornamen semua bergaya eropa tapi atap rumah selalu berbentuk trapesium yang merupakan ciri khas rumah nusantara untuk menangkap angin karena iklim yang hangat.

Salah satu contoh bangunan indis yang masih bertahan di Medan adalah Kantor Pos yang terletak di titik nol kilometer kota tersebut. Selain itu masih banyak bangunan tua lainnya yang masih terawat dengan baik dan terletak di pusat kota.

Tidak heran mengapa Medan memiliki begitu banyak bangunan kuno, karena pada masa kolonial kota itu merupakan salah satu kota penting lantaran bersinggungan dengan banyak perkebunan partikelir yang membentang di daerah Kesultanan Deli.

Perkebunan yang banyak menyerap tenaga kerja dari Jawa sehingga tidak heran banyak warga Medan yang memilki nama Jawa tapi perangainya sangat Sumatra. Mereka-mereka ini dinamaan Pujakesuma alias Putra Jawa Kelahiran Sumatra.

Terlepas dari semua itu, saya menyampaikan perasaan hormat yang mendalam atas peran Pemerintah Kota Medan yang tetap mempertahankan banyak bangunan tua sebagai saksi sejarah bisu tentang perkembangan kota itu.

Tidak banyak pemerintah kota yang bertindak semulia itu demi menjaga kelangsungan garis sejarah masa lampau. Semoga langkah Pemkot Medan bisa diikuti oleh pemerintah kota lainnya.